Selasa, 15 November 2011

Obrolan Sore


Tidak ada habisnya berbicara mengenai negeri ini. Yaa, kayaknya tak ada topik yang tak menarik untuk kita bahas. Tapi sayangnya, konteksnya selalu bukan mengenai kemajuan, tetapi kemunduran. Okee, di kesempatan kali ini saya mengajak anda sekalian berdiskusi mengenai polemik di  Nusantara kita ini.  Tapi tunggu dulu, saya disini main santai kok J. Gag usah terlalu serius…, santai aja tapi kritis yaa.. hehe… Aku saranin enaknya bacaan ini dinikmati di sore hari sembari ngopi or minum the di teras rumah, hehe.. ( maksudnya biar suasana santainya lebih kena’, gtu.. :D ). Gan,  Bisakah anda dalam waktu 15 detik menyebutkan sepuluh kemajuan yang berhasil dicapai Indonesia..?? ayoo…coba.. bisa nggag…?  susah yaa..? :D. Oke, Sekarang bandingkan, sebutkan sepuluh masalah di Indonesia dalam waktu 5 detik saja. Yup! Gampang sekali bukan! Bahkan mungkin anda bisa menyebutkan lebih dari sepuluh. Hal-hal kecil seperti ini saja sudah cukup menjadi indikasi mengenai fakta yang tengah menimpa bangsa kita ini sob. Yaa.., setiap orang tak perlu berpikir terlalu lama dan bersusah-susah untuk memikirkan dan menjelaskan semua masalah… kekurangan…, ketamadunan…, kelaliman… dan sebagainya yang jelek-jelek pada Indonesia kita yang malang ini. Banyak sekali professor-profesor kita yang notabene cerdas-cerdas itu tau betul runut permasalaha serta mungkin tahu hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.  Banyak juga mahasiswa kita yang sudah pandai berpikir dan membaca lingkungan serta keadaan. Harusnya emang mereka harus punya soft-skillI itu. Kemudian, banyak juga pengusaha-pengusaha yang sukses dengan perusahaannya sendiri tanpa tergantung dengan pihak asing. ( to be continued… )

Minggu, 06 November 2011

Saya dan Penyesalan


Seperti tulisan-tulisan saya sebelumnya, tulisan kali ini mengulas hal yang sama, Keruwetan ( kata ini saya ambil dari serapan bahasa inggris :Complicated, yang berarti sesuatu hal yang rumit. Yaah.., agaknya bahasa keruwetan kurang pantes memang. Cuman, daripada mengundang lebih banyak ambiguitas, yaudahlah.. terpilihlah kata ini ). Keruwetan yang benar-benar ruwet.., apakah karena terlalu banyak berpikir atau karena lebih mendahulukan emosi dalam menanggapi suatu hal, sudah seribu kali saya memikirkan itu… . Pertanyaan : Ruwet dalam hal apa maksudmu..?. Ya, mungkin anda bingung apa yang sebenarnya saya maksudkan dengan keruwetan. Makanya, untuk menjelaskan saja saya agak kesusahan. Okee, sembari flashback ke tulisan saya sebelumnya, akan saya mulai dengan introducing my mind. 
Sudah tiga bulan saya kuliah, beralih dari status siswa menjadi mahasiswa, seperti apa yang dulu saya impi-impikan bersama teman-teman SMA saya.  Indah sekali rasanya masa-masa itu…, hahaa… galau ! :D. Yaa, memang itu masa-masa yang indah. Masa dimana kita berpakaian sama, masa dimana teman adalah teman, masa untuk bermain setiap hari, dan… tentunya…, masa dimana tak perlu berpikir dahulu untuk makan dan jajan..  ( biasa.. ngacok :D ). Namun, masa bersenang-senang itu sekejap hilang ketika kami menginjak akhir tahun ketiga, yaitu saatnya penentuan masa depan. Samar-samar perubahan pada pribadi kawan-kawanku mulai terlihat. Ada yang optimis, ada yang ribet, ada yang tak ingin repot, ada yang visioner, ada yang dewasa dan ada yang ambisius, seperti saya  K.  Sayangnya virus ambisiusitis itu baru saya sadari sekarang.  Terlambat kah..?? Menurut anda gimana..??. Ada pepatah, “tidak ada kata terlambat untuk berbuat kebaikan”. Saya berani taruhan pepatah itu benar. Tapi tidak berarti hal-hal yang telah kita lewatkan bisa kembali bukan..??.
Saya benar-benar menyesal.., telah menjadi orang yang sombong. Sombong karena menganggap remeh keyakinan yang dipegang oleh salah seorang teman saya, yaitu tentang teori ikhlas.  Awalnya saya senang dengan hal itu. Akan tetapi, ngga’ tau kenapa lam-kelamaan saya jadi merasa bosan. Jujur saya bosan mendengar celoteh teman saya itu akan teori yang  benar-benar ia percayai itu. Hampir setiap hari ia bercerita kepada saya tentang pengalamnnya dengan teori ikhlas itu. Mendengar gaya bicaranya, sepertinya hal itu benar-benar sangat berarti bagi hidupnya. Tetapi, dalam hati jujur saya nggrundel, merasa bosan selalu menjadi pendengar. Walaupun begitu, saya tetap menjaga sikap saya untuk menghargai dan tidak menyinggung perasaannya. Waktu terus berjalan…., dia tetap seperti itu, dan saya pun tetap seperti itu hingga pada akhirnya,  terbukti teman saya sukses dengan teorinya itu. Dia mendapatkan apa yang benar-benar ia impikan. Berbeda dengan saya, melenceng 45 derajat dari cita-cita saya. ( Kenapa saya memilih 45 derajat..?? akan saya ulas di tulisan saya selanjutnya.. hehee.. J , biar alurnya terarah boy..? okee.. ;) ).
                Teman saya tersebut kini berkuliah di sebuah Universitas nomor satu di Indonesia. Anda pasti tahu apa itu kan.. . ?? dan dengan jurusan yang memang menjadi tujuannya sejak awal. Hal yang benar-benar saya ingat dari dia adalah, Motivator. Ya, di selalu mengkoar-koarkan cita-citanya tersebut. Menjadi seorang motivator sejati.  Sungguh, saya merasa menjadi orang paling rugi sedunia saat ini. Betapa bodohnya saya, menyia-nyiakan teman yang mempunyai semangat yang konsisten dan tidak terpengaruh lingkungan. Padahal dulu, saya selalu diajaknya untuk meninggalkan kemalasan dan menghargai satu detik pun waktu, yaitu dengan melakukan hal-hal di luar zona kenyamanan kita. Melakukan hal-hal baru yang tidak terpikirkan oleh anak-anak SMA, selangkah lebih maju dari paradigma umum generasi remaja dan hal-hal lain yang kini saya sadari hal itu benar-benar sangat bermanfaat untuk kesuksesan saya. Sehingga, the summarize is … kembali kepada kata penyesalan…, K. Sekaranglah, hari ini, kesadaran itu ada, memunculkan penyesalan dan kekcewaan pada diri sendiri. Kawan,… siapapun kalian,.. jangan sia-sia kan sahabatmu… Lambat laun…, ketika jarak sudah memisahkan kalian, kau akan sadar betapa berharganya mereka…, betapa berartinya mereka bagi hidupmu. sahabat-sahabat yang mau berlelah jiwa dan raga untuk kalian…. J
Cukup sekian dulu yaa.., maaf belum tersusun rapi alurnya, next time akan saya perbaiki. Salam Ikhlas untuk kita semua… J Wassalam…

Selasa, 10 Mei 2011

MEMULAI

Ijinkan aku untuk memandang ciptaan Indah-Mu ini untuk yang terakhir kali. Allah..., ciptaanmu begitu indah.., terima kasih. Segala puji bagi-Mu. Kau menyayangi kami semua. Maafkan Aku, yang terlalu jauh terlena, maafkan aku, yang terlalu lama menimbang yang sesungguhnya pertimbangan itu bukan datang dari-Mu. Ketenangan seperti itu, mungkin tak akan aku rasakan lagi dalam selang waktu yang harus kubayar tuk mencapai segala asa. Allah...., Kau menyayangiku dan dia. Aku tahu itu. Inilah perjuanganku. Semuanya butuh pengorbanan. Beri aku kekuatan untuk merasakan pahit yang akan panjang ini..., karena aku yakin Kau tak akan mengingkari manis yang Kau janjikan. Pabila pahit ini ada padanya, tolonglah ya Allah..., sayangilah dia. Beri jalan terbaik, untuk semua. Aku dijalan-Mu...... Sekuat tenaga aku akan berlari..., sekuat tenaga aku akan berIstiqamah di Jalan-Mu. Beri aku kekuatan..., beri aku kekuatan...., biarlah mataku basah....., karena setelah kesakitan ini....., setelah pendakianku memuncak...., setelah Kau ijinkan aku...., Pada waktu itu aku akan kembali padamu dan bersama melanjutkan pendakian ini menuju Rahmat-Nya untuk menjadi yang Kau kasihi. Subhanallah.....,

Minggu, 24 April 2011

JAWABAN AKHIR DARI KERUWETAN

Ruangan ini menjadi lebih terang. Kini aku dapat membaca kata per kata dari buku-buku referensi yang aku butuhkan, penglihatanku menjadi lebih jelas untuk menatap ke depan. Aku mampu menyaksikan apapun disekelilingku sehingga berani untuk berdiri dan berjalan menyusuri seluruh isi ruangan, mencari bagian-bagian yang kotor dan membersihkannya.

Ucapan terima kasih ingin kubisikkan kepada seorang teman. Teman yang kecil dan lemah, yang selalu ada dan berkata dengan suara lirih nan lembut hingga aku terlampau sering mengabaikannya dan memilih untuk mendengarkan radio-radio favorit yang memperdengarkanku acara-acara yang cukup menghibur. Namun pada akhirnya aku tersedak.

Aku..., orang yang sibuk melakukan perjalanan seorang diri, berbekal pendapat dan emosi, mencoba memberikan gelar sebagai seseorang yang memiliki seribu pengalaman kepada dirinya. Padahal, jasad itu adalah sangkar bagi kesombongan dan jiwanya pun tidak merdeka. Selanjutnya, dengan bekal pikiran dan perasaan, aku mulai melakukan penilaian perspektif dan kemudian mendiskusikannya dengan diriku sendiri. Lalu mempresentasikannya di dalam forum terbuka dengan maksud agar subjek-subjek dalam pokok bahasan akan melihat semua ini.

Setelah selesai, lalu kucoba tuk menulis yang kedua. Dengan referensi keangkuhan dan emosi, kembali melakukan penilaian perspektif tentang dirinya, hatinya. Kemudian berdiskusi lagi dengan diriku, dan....., surat pun jadi. Saat itu aku masih merasa seperti burung tong-tong yang telah terbang kesana-kemari hinggap di setiap ladang yang berbeda jenis dan keadaannya, merasa bahwa aku sedang menyaksikan dirinya tersesat dari puncak mercusuar yang menjulang tinggi, merasa bahwa perahuku berlayar dan perahunya tenggelam, merasa bahwa peranku protagonis dan dia antagonis, merasa bahwa aku putih dan dia hitam. Dengan semua hasil karya itu, aku mencoba menjawab pertanyaan dari seorang teman kecil. Kesombongan masih meyakinkanku bahwa aku lebih pintar darinya. Kemudian, ku melangkah sebagaimana daun yang gugur dari tangkainya dan ikut mengalir dalam arus air serta tak tahu entah mau kemana.

Mual.., pusing.., badan panas dingin.., seperti menjadi satu kesatuan di dalam kebingunganku.., memberikan suasana ekstrim dengan nuansa horor di setiap aku memikirkannya. Berantakan sekali rasanya hingga aku pun terpuruk.

Malu rasanya menjadi diriku yang waktu itu. Menangis pada-Mu karena tersiksa..., kemudian tertawa sendiri jika bahagia. Namun, Kau selalu menasehatiku dengan kewibawaan-Mu yang tak terkalahkan hingga pada hari ini, Kau luruskan semua benang-benang yang ruwet ini dengan cara-Mu yang tak kuduga-duga. Aku pun tersedak, sehingga hati yang keras telah melebur bagai lilin merah yang menerangi sebuah ruang gelap seorang diri. Terus-menerus melebur hingga api yang remang-remang itu lenyap dan tergantikan oleh lampu neon dua puluh watt yang mampu menerangi setiap sudut ruangan. Perasaan gembira muncul, seperti ibu-ibu tukang sayur yang berhasil menjual seluruh dagangannya.

Otot kaki ini terasa mengencang hingga ingin berlari sekencang mungkin, menyalip apapun di depan sana..., melewati batas-batas keberhasilan..., mengejar waktu yang tak pernah berhenti kelelahan..., meninggalkan arena perdebatan yang tak berujung..., menuju kerumah idaman yang telah lama kupesan. Di punggungku, kini ada keyakinan. Tak perlu lagi kugendong buku-buku petunjuk

Sabtu, 19 Maret 2011

HITAM DALAM HATI

Aku, kamu,… sehebat apapun kita, tak akan pernah bisa menduduki kuadran I. Batas kewajaran kita ada di kuadran II. Itu adalah kodrat. Namun, mereka selalu mengajak kita untuk memasuki kuadran tempat mereka tinggal yaitu kuadran III. Hal itu sangat mungkin terjadi karena mereka telah mengetahui kelemahan kita. Merekalah selicik-licik makhluk, merekalah sejahat-jahat makhluk, merekalah sehina-hina makhluk. Akan tetapi, kita selalu lupa bahwa mereka senantiasa menempel dan menggerogoti hati kita. Ketika kita diam melamun.., mereka ada. Ketika kita berbicara..., mereka ada. Ketika kita memandang dan mendengar..., mereka selalu ada. Merekalah musuh yang tak pernah mengaku kalah.

Namun sebenarnya, kita memiliki kunci untuk mengatasi semua ini. Mari kembali ke hakikat awal.

Kita sebagai hasil karya oleh yang Maha Pencipta, telah diberi hadiah yang sungguh luar biasa yang tak dimiliki ciptaan lainnya, yaitu ”kebebasan memilih”. Namun seiring dengan anugerah yang luar biasa ini terdapat tanggung jawab yang besar pula. Apakah kita menjadi putih..., atau justru menjadi hitam itulah pilihan yang akan selalu kita hadapi. Tak sedikit dari kita yang memilih hitam untuk dirinya., sehingga dunia yang kosong ini adalah surga bagi mereka. Apa yang selalu dilihat oleh mereka tak akan terlihat oleh kita, dan mereka pun tak akan pernah melihat apa yang kita lihat. Namun, kita belum pada akhir cerita. Kita masih bisa mengubah arah perjalanan apabila hari ini kita menyadari jalanan yang masih kita lalui adalah jalan yang salah. Memang, tinta yang telah digoreskan tak mungkin terhapus. Namun, kita dapat membuatnya tak terlihat dengan torehan tinta-tinta putih menutupi segala sisi hingga ke bagian terhitam sekalipun. Tak perlu berpikir terlalu rumit dan menyesal hingga hati kita terpuruk karena kita memiliki pencipta yang Maha Bijaksana.

Jumat, 18 Maret 2011

JAWABAN KECIL DARI KERUWETAN


Andai saja kedua pihak memahami dan mau menerima bahwa manusia tak akan bisa berada di kuadran I, sungguh indah sekali hari-hari yang akan kita lalui. Kusadari bahwa sulit untuk melihat hitamku. Bahwa ucapan, tingkah laku dan sikap ini seperti mesin penghancur bagimu. Aku kesulitan untuk melihat semua itu. Kaulah yang tahu. Tapi belum fahamkah?? Yang kubutuhkan hanyalah prasangka positif. Jika terus seperti ini adanya, aku tak kuasa untuk membendung penurunan rasa ini. Kenyamananku perlahan mulai hilang. Tapi tenang saja, ketika kumpulan ungkapan ini mengusik nuranimu dan kau masih yakin pada pendirianmu itu, aku tak akan pernah berprasangka buruk.

Perjalanan ini sudah tak lama lagi. Setelah sekian waktu ini aku tak berhasil juga menjawab kebingunganku akan sikap yang akan aku ambil. Namun, Tuhan pasti mendengar, dan aku tak mengetahui akan rencananya yang begitu Hebat. Baiklah! ini yang terbaik. Akan kujalani sebagaimana yang akan terjadi. Pada hakekatnya tanaman beserta bunganya yang indah dapat senantiasa tumbuh walau tanpa disirami karena hujan dan matahari akan menghidupinya.